Selasa, 26 Januari 2016

yuuuk memahami teks dengan konteks... (sebuah kajian kontemporer) yang patut kita pahami



         Bagi kaum muslimin, Al-Qur’an selain dianggap suci, Al-Qur’an juga merupakan kitab petunjuk dan menjadi menjadi rujukan dalam menyelesaikan problem kehidupan yang dihadapi. Akan tetapi setelah mengikuti perkuliahan Study Qur’an, kajian Al-Qur’an tidak hanya menyingkap dan menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an. Namun lebih dari itu kajian al-qur’an dari aspek yang lain yang dilakukan dalam rangka menunjang pengembangan kajian tafsir itu sendiri.
            Pada abad ke-19 Masehi sampai saat ini kajian-kajian tafsir kontemporer berbasis pada nalar kritis dan bertujuan transformatif. Era ini dimulai dengan munculnya tokoh-tokoh penafsir kontemporer seperti Fazlur rahman, Muhammad Syahrur, Muhammad Arkoun , hasan hanafi dan ulama’ lokal seperti Quraish Shihab. Para tokoh ini umumnya bersikap kritis  terhadap produk penafsiran masa lalu yang selama ini banyak dikonsumsi oleh umat Islam. Mereka cendrung melepaskan diri dari model-model berfikir madzhabi dan sebagian mereka juga telah menggunakan perangkat keilmuan modern.
            Berabagai kajian Al-Qur’ar, secara intensif juga dilakukan di era modern maupun kontemporer ini. Baik dari sarjan muslim maupun non muslim seperti Abraham Geiger, John Wansbrough. Para sarjana barat ini tertarik mengkaji Al-Qur’an karena adanya apresiasi yang tiggi dari barat yang menganggap Islam  sebagai fenomena dunia dan Al-Qur’an menjadi sentral ajarannya. Fenomena tersebut memberi isyarat betapa Al-Qur’an memiliki daya tarik tersendiri. Epistemologi yang dikembangkan di era kontemporer ini lebih cenderung pada nalar kritis. Sebab, hasil penafsiran seseorang terhadap Al-Qur’an tidaklah identik dengan Al-Qur’an itu sendiri. Karena antara Al-Qur’an, tafsir, dan penafsirannya ada jarak yang memisahkan. Pemahaman seperti ini tidak lepas dari dikembangnya metode hermeneutik dalam penafsiran Al-Qur’an.
Pada gilirannya hermeneutika menjadi disiplin yang diajarkan di sejumlah lembaga pendidikan. Namun ironisnya ketika keilmuan Islam mulai menunjukkan kembali geliat awal kemajuannya ini, sekelompok Muslim lain tidak merestui kedatangan hermeneutika. Alasan sederhananya, bahwa hermeneutika berasal dari Barat-Kristen, sehingga tidak menutup kemungkinan  nilai-nilai Barat-Kristen itu disusupkan ke dalam Islam, khususnya dalam memahami Al-Qur’an.kelahiran hermeneutika sesungguhnya dimaksudkan hanya untuk mencari kebenaran-kebenaran Injil, kitab suci kristen yang tidak diakui orisinilitas dan otentitasnya. Karena al-Qur’an sudah diyakini otentitas dan orisinilitasnya maka ia tidak butuh hermeneutika. Pada implikasi yang lebih buruk, hermeneutika akan merusak pemahaman umat Islam yang selama ini telah mapan.
Dari mata kuliah study Qur’an setidaknya saya mendapatkan pengetahuan baru tentang kajian-kajian kontemporer seperti Hermeneutika Fazlur rahman dalam mengkaji Al-Qur’an. Fazlur Rahman adalah salah seorang pemikir dan tokoh intelektual Islam kontemporer yang terkemuka. Tantangan kehidupan moderen dan kontemporer mengharuskan Fazlur Rahman untuk berfikir keras dalam menemukan preskripsi demi mengatasi masalah-masalah kehidupan yang muncul, menyadarkannya untuk mengkaji ulang beberapa pandangan yang baku di kalangan umat Islam, tetapi tidak akomodatif bahkan “sulit” diaplikasikan  dalam kehidupan masyarakat. Rahman menyiratkan pemahaman bahwa herneneutika merupakan alat metodologis yang unggul. Ia pun mendalami teori-teori hermeneutika ketika sebagian besar pemikir Muslim lainnya belum mengenalnya. Karenanya, dalam blantika pemikiran Islam, ia dipandang sebagai tokoh yang turut merintis penerapan hermeneutika untuk mamahami teks al-Qur’an.
Fazlur Rahman memandang perlu diupayakan reinterpretasi Al-Qur’an.Dalam hal ini, beliau menawarkan metode tafsir konotemporer yang berbeda dengan metode-metode era sebelumnya. Metode tafsir yang memiliki nuansa “unik” dan menarik untuk dikaji secara intensif, yaitu metode yang populer dengan nama “double movement” atau gerakan ganda.
Gerakan ganda bisa diartikan dari situasi sekarang kemasa Al-Qur’an diturunkan dan kembali lagi kemasa kini. Al-Qur’an adalah  respon Ilahi melalui ingatan Nabi Saw dan pikiran beliau, kepada situasi moral-sosial Arab pada masa Nabi. Yang pertama dari dua gerakan diatas terdiri dari dua langkah, yaitu
1.      Orang harus memahami arti atau makna dari sesuatu pernyataan dengan mengkaji situasi atau problem historis dimana pernyataan Al-Qur’an tersebut merupakan jawabannya. Sebelum mengkaji ayat-ayat spesifik dalam sinaran situasi makro dalam batasan-batasan masyarakat, agama, adat istiadat, lembaga-lembaga, bahkan kehidupan secara menyeluruh di Arabia pada saat kehadiran Islam dan khususnya di sekitar Mekkah harus dilakukan.
2.      Menggeneralisasikan jawaban-jawaban spesifik tersebut dan menyatakannya sebagai pertnyataan-pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan moral-sosial umum yang dapat disaring  dari ayat-ayat spesifik dalam sinaran latar belakang sosio historis dan rationes logis yang sering dinyatakan.
Gerakan yang kedua, harus dilakukan dari pandangan umum ini ke pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan direalisasi sekarang. Artinya ajaran-ajaran yang bersifat umum harus ditubuhkan dalam konteks sosio-historis yang kongkrit di masa sekarang, ini memerlukan kajian yang cermat atas berbagai situasi sekarang dan analisisi berbagai unsur komponennya, sehingga kita bisa menilai situasi sekarang dan mengubah kondisi sekarang sejauh yang diperlukan dan menentukan prioritas-prioritas baru untuk bisa mengimplementasikan nilai-nilai Al-Qur’an secara baru pula.
Dapat disimpulkan dengan sederhana bahwasannya penafsiran hermeneutika adalah mehamai suatu teks dengan konteks, dimana konteks didalamnya ada peristiwa, pelaku, dan waktu. Dari sini dapat dipahami bahwasannya menafsirkan teks tidak hanya sekedar gramatikalnya saja melainkan konteks di zaman dulu juga berperan guna menjawab persoalan yang terjadi di era modern ini.
Perkuliahan study Qur’an sangat menarik karena menyajikan kajian-kajian kontemporer sehingga khususnya buat saya, dapat menambah khazanah pengetahuan dan menambah wawasan  ilmu penafsiran klasik maupun penafsiran kontemporer. Dengan kajian kontemporer kita tidak terkungkung dalam teks semata, karena kita hidup di era modern yang serba dinamis. Kalau kita memahami teks secara gramatikalnya saja tentu kita akan terjermbab dalam teks tersebut maka tidak ada salahnya kita memahami teks dengan konteks yag terjadi supaya teks tersebut lunak dan mempunyai makna yang tersirat didalamnya.

(Rabu, 27-01-2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar